Sakit adalah bagian
dari musibah yang telah Allah ukur kadarnya untuk dihadiahkan kepada
hamba-hamba-Nya yang terpilih yang mampu menanggungnya. Sakit, sebagaimana
setiap ujian, tidaklah menguji kemampuan sebab telah diukur tepat sesuai daya
tahan seorang hamba. Sakit menguji kemauan memberi makna. Maka dia nan mampu
memberi makna terbaik bagi sakit, kemuliaannya akan diangkat untuk membuat
malaikat yang selalu sehat menjadi takjub.
Sakit itu dzikrullah.
Mereka yang menderitanya hampir pasti lebih sering dan syahdu menyebut asma
Allah dibanding ketika dalam sehatnya.
Sakit itu istighfar.
Mereka yang sedang dilanda sakit lebih mudah untuk teringat akan dosa-dosa
lama, mengakuinya, dan bertaubat mohon ampun.
Sakit itu tauhid.
Mereka yang parah dicengkramnya pasti dituntun orang untuk ber-kalimatthayyibat,
mengesakan-Nya dalam lisan dan rasa.
Sakit itu Muhasabah sebab
orang yang sakit punya lebih banyak waktu untuk merenungi diri dalam sepi,
menghitung-hitung bekal kematian.
Sakit itu jihad sebab
dia yang sakit tak boleh menyerah kalah, dia diwajibkan untuk terus berikhtiar,
berjuang bagi kesembuhannya.
Sakit itu ilmu dalam
menjalani pemeriksaan, berkonsultasi dengan dokter, dirawat, dan berobat, maka
bertambahlah pengetahuan tentang tubuhnya.
Sakit itu nasihat.
Yang sakit teringatkan agar selalu menjaga kesehatan. Yang sehat menghibur si
penderita agar bersabar. Allah cinta pada keduanya.
Sakit itu
silaturrahim. Yang jarang datang di saat yang bersangkutan sehat wal’afiat,
tiba-tiba menjenguk dengan senyum dan rindu mesra.
Sakit itu perekat
tali persaudaraan. Kawan lama yang tak bersua bertahun-tahun lamanya, tiba-tiba
berjumpa di waktu membesuk seorang kolega lainnya.
Sakit itu belajar.
Berbaring setengah duduk memungkinkan menyerap ilmu dengan tekun lewat buku,
kata-kata terucap, maupun gambar bergerak.
Sakit itu membaca,
menulis, dan berkarya. Habiburrahman El Shirazy menggoreskan Ayat-ayat Cinta
saat terbaring patah kakinya.
Sakit itu dijamin
cinta Allah dalam sabarnya; sabar tetap ibadat, sabar tak bermaksiat, sabar
tahan deritanya, sabar menunda pencapaian.
Sakit itu
menggugurkan dosa-dosa. Barang haram yang terselip di tubuh dilarutkan di
dunia, anggota badan yang mungkin berdosa dinyerikan dan dicuci-Nya.
Orang yang sakit itu
mustajab doanya. Sampai-sampai Imam As Suyuthi keliling kota mencari orang
sakit lalu minta didoakan oleh mereka.
Sakit itu salah satu
keadaan yang menyusahkan syaithan; diajak maksiat tak mampu dan tak mau, dosa
yang lalu malah disesali lalu diampuni. Sakit itu membuat sedikit tertawa dan
banyak menangis; sebuah perilaku keinsyafan yang disukai Nabi dan
makhluk-makhluk langit. Sakit itu meningkatkan kualitas ibadah; ruku’-sujud
jadi lebih khusyu’, tasbih-istighfar lebih sering, tahiyat dan doa jadi lebih
lama. Sakit itu memperbaiki akhlak; kesombongan terkikis, sifat tamak dipaksa
tunduk, pribadi dibiasakan santun, lembut & tawadhu’. Sakit itu membuat
kita lebih serius mengingat & mempersiapkan kematian. Dia yang merasa dekat
maut menghargai waktunya dengan baik.