Wednesday, 25 March 2015

UNTUK BISA KE SEKOLAH, SISWA PALESTINA TERPAKSA MENGGUNAKAN SALURAN PEMBUANGAN

Ilustrasi - Untuk bisa ke sekolah, siswa Palestina terpaksa menggunakan saluran pembuangan

RAMALLAH (Arrahmah.com- Siswa Palestina terpaksa menyeberang melalui saluran limbah untuk mencapai sekolah di distrik Ramallah Barat setelah jalan sebuah pemukiman memotong jalan satu-satunya menuju ke sekolah itu, warga mengatakan kepada Ma’an News Agency, Selasa (24/3/2015).

Hingga 200 siswa dari desa al-Tira dan Beit Ur al-Fuqa kini mencapai sekolah dengan menggunakan rute sejauh empat kilometer yang membentang di sepanjang tembok pemisah, di mana pemukim bersenjata, serta tentara “Israel”, hampir setiap hari mengganggu perjalanan mereka.

Rute itu melewati saluran limbah dan membutuhkan waktu hingga 40 menit untuk mencapai sekolah mereka, dimana saluran limbah itu terisi oleh air hujan di musim dingin dan ular di musim panas.

Para siswa itu juga mengatakan kepada Ma’an News Agency bahwa tentara “Israel” secara teratur menembakkan tabung gas air mata kepada mereka dalam perjalanan pulang.

SMA Al-Tira Beit al-Fuqa kini kelilingi oleh tembok pemisah “Israel” di tiga sisi pada suatu titik di mana dinding pemisah itu membentang hingga lebih dari lima kilometer dalam batas gencatan senjata tahun 1949.

Dinding itu memisahkan desa itu dari pemukiman ilegal “Israel” Beit Horon serta kamp pelatihan militer “Israel”. Di sisi keempat sekolah itu ada jalan yang dibuka khusus untuk para pemukim untuk pulang pergi dari Yerusalem menuju Tel Aviv.

Kepala sekolah itu, Samer Bader, mengatakan bahwa ketika saluran limbah berisi dengan air limbah di musim dingin, hal itu sangat menyulitkan bagi anak-anak untuk mencapai sekolah dan kadang-kadang mereka tidak bisa melewatinya sama sekali.

Bader juga mengatakan bahwa kondisi keamanan di sekitar sekolah telah menjadi hambatan bagi pemerintah untuk melakukan pengembangan dan pemeliharaan sekolah dengan baik.

Sekolah telah berulang kali diserang oleh tentara “Israel” selama tahun ajaran sekolah, ungkap Bader.

Ia juga mengungkapkan keyakinannya bahwa pasukan “Israel” sengaja menghalangi setiap upaya untuk mengembangkan atau meningkatkan sekolah itu dengan melancarkan serangan setiap kali ada upaya untuk melakukan pengembangkan sekolah tersebut.

Seorang siswa, Mumen Faraj, mengatakan bahwa ia kini harus meninggalkan rumahnya pada pukul 6:45 agar bisa tiba disekolah pukul 08:00. Dia mengatakan bahwa kesulitan yang dihadapi dalam perjalanan menyulitkan teman-teman sekelasnya untuk fokus selama berada di kelas.

Siswa lain, Ayman Abdul-Fattah, mengatakan bahwa ia dan teman-teman sekelasnya telah berulang kali mengalami gangguan yang dilancarkan oleh pemukim “Israel” saat dalam perjalanan mereka ke sekolah.

Dia menambahkan bahwa para siswa ini selalu takut setiap kali mereka melihat tentara “Israel” saat dalam perjalanan ke sekolah.

Pemukiman Beit Horon dibangun pada tahun 1977, dan pada tahun 2006, tembok pemisah dibangun untuk memisahkan pemukiman itu dari sekolah.

Lebih dari 500.000 pemukim ilegal “Israel” tinggal di pemukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, dimana hal ini bertentangan dengan hukum internasional.

“Israel” mulai membangun tembok pemisah pada tahun 2002. “Israel” telah secara rutin menyita secara paksa sebagian besar tanah Palestina untuk membangun dinding pembatas itu. Pada tahun 2004 Mahkamah Internasional memutuskan bahwa tembok pemisah itu adalah ilegal dan “sama saja dengan aneksasi.”