Ilustrasi - Untuk bisa ke sekolah, siswa Palestina
terpaksa menggunakan saluran pembuangan
RAMALLAH (Arrahmah.com) - Siswa Palestina terpaksa menyeberang melalui
saluran limbah untuk mencapai sekolah di distrik Ramallah Barat setelah jalan
sebuah pemukiman memotong jalan satu-satunya menuju ke sekolah itu, warga
mengatakan kepada Ma’an News Agency, Selasa
(24/3/2015).
Hingga 200 siswa dari desa al-Tira dan Beit Ur
al-Fuqa kini mencapai sekolah dengan menggunakan rute sejauh empat kilometer
yang membentang di sepanjang tembok pemisah, di mana pemukim bersenjata, serta
tentara “Israel”, hampir setiap hari mengganggu perjalanan mereka.
Rute itu melewati saluran limbah dan membutuhkan
waktu hingga 40 menit untuk mencapai sekolah mereka, dimana saluran limbah itu
terisi oleh air hujan di musim dingin dan ular di musim panas.
Para siswa itu juga mengatakan kepada Ma’an News Agency bahwa tentara “Israel” secara
teratur menembakkan tabung gas air mata kepada mereka dalam perjalanan pulang.
SMA Al-Tira Beit al-Fuqa kini kelilingi oleh tembok
pemisah “Israel” di tiga sisi pada suatu titik di mana dinding pemisah itu
membentang hingga lebih dari lima kilometer dalam batas gencatan senjata tahun
1949.
Dinding itu memisahkan desa itu dari pemukiman
ilegal “Israel” Beit Horon serta kamp pelatihan militer “Israel”. Di sisi
keempat sekolah itu ada jalan yang dibuka khusus untuk para pemukim untuk
pulang pergi dari Yerusalem menuju Tel Aviv.
Kepala sekolah itu, Samer Bader, mengatakan bahwa
ketika saluran limbah berisi dengan air limbah di musim dingin, hal itu sangat
menyulitkan bagi anak-anak untuk mencapai sekolah dan kadang-kadang mereka
tidak bisa melewatinya sama sekali.
Bader juga mengatakan bahwa kondisi keamanan di
sekitar sekolah telah menjadi hambatan bagi pemerintah untuk melakukan
pengembangan dan pemeliharaan sekolah dengan baik.
Sekolah telah berulang kali diserang oleh tentara
“Israel” selama tahun ajaran sekolah, ungkap Bader.
Ia juga mengungkapkan keyakinannya bahwa pasukan
“Israel” sengaja menghalangi setiap upaya untuk mengembangkan atau meningkatkan
sekolah itu dengan melancarkan serangan setiap kali ada upaya untuk melakukan
pengembangkan sekolah tersebut.
Seorang siswa, Mumen Faraj, mengatakan bahwa ia
kini harus meninggalkan rumahnya pada pukul 6:45 agar bisa tiba disekolah pukul
08:00. Dia mengatakan bahwa kesulitan yang dihadapi dalam perjalanan
menyulitkan teman-teman sekelasnya untuk fokus selama berada di kelas.
Siswa lain, Ayman Abdul-Fattah, mengatakan bahwa ia
dan teman-teman sekelasnya telah berulang kali mengalami gangguan yang
dilancarkan oleh pemukim “Israel” saat dalam perjalanan mereka ke sekolah.
Dia menambahkan bahwa para siswa ini selalu takut
setiap kali mereka melihat tentara “Israel” saat dalam perjalanan ke sekolah.
Pemukiman Beit Horon dibangun pada tahun 1977, dan
pada tahun 2006, tembok pemisah dibangun untuk memisahkan pemukiman itu dari
sekolah.
Lebih dari 500.000 pemukim ilegal “Israel” tinggal
di pemukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, dimana hal ini bertentangan
dengan hukum internasional.
“Israel” mulai
membangun tembok pemisah pada tahun 2002. “Israel” telah secara rutin menyita
secara paksa sebagian besar tanah Palestina untuk membangun dinding pembatas
itu. Pada tahun 2004 Mahkamah Internasional memutuskan bahwa tembok pemisah itu
adalah ilegal dan “sama saja dengan aneksasi.”