Wahai Saudariku,
Jangan Malu Untuk Memakai Jilbab Syar’i
Islam mewajibkan seorang wanita untuk
dijaga dan dipelihara dengan sesuatu yang tidak sama dengan kaum laki-laki.
Wanita dikhususkan dengan perintah untuk berhijab (menutup diri dari laki-laki
yang bukan mahram). Baik dengan mengenakan jilbab, maupun dengan betah tinggal
di rumah dan tidak keluar rumah kecuali jika ada keperluan, berbeda dengan
batasan hijab yang diwajibkan bagi laki-laki.
Allah ta‘ala telah
menciptakan wanita tidak sama dengan laki-laki. Baik dalam postur tubuh,
susunan anggota badan, maupun kondisi kejiwaannya. Dengan hikmah Allah Yang
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal, kedua jenis ini telah memunculkan perbedaan
dalam sebagian hukum-hukum syar‘i, tugas, serta kewajiban yang sesuai dengan
penciptaan dan kodrat masing-masing sehingga terwujudlah kemaslahatan hamba,
kemakmuran alam, dan keteraturan hidup.
Wanita telah digariskan menjadi lentera
rumah tangga sekaligus pendidik generasi mendatang. Oleh karena itu, ia harus
menjaga kesuciannya, memiliki rasa malu yang tinggi, mulia, dan bertaqwa. Telah
dimaklumi bahwa seorang wanita yang berhijab sesuai dengan apa yang dimaksudkan
Allah dan Rasul-Nya, maka tidak akan diganggu orang yang dalam hatinya terdapat
keinginan untuk berbuat tidak senonoh, serta akan terhindar dari mata-mata
khianat.
PENGERTIAN JILBAB
Secara bahasa,
dalam kamus al Mu’jam al Wasith 1/128, disebutkan bahwa jilbab
memiliki beberapa makna, yaitu:
- Qomish (sejenis jubah).
- Kain yang menutupi seluruh badan.
- Khimar (kerudung).
- Pakaian atasan seperti milhafah (selimut).
- Semisal selimut (baca: kerudung) yang dipakai seorang wanita untuk menutupi tubuhnya.
Adapun secara istilah,
berikut ini perkataan para ulama’ tentang hal ini.
Ibnu Hazm rahimahullah mengatakan, “Jilbab
menurut bahasa Arab yang disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam adalah pakaian yang menutupi seluruh badan, bukan hanya sebagiannya.” Sedangkan
Ibnu Katsir mengatakan, “Jilbab adalah semacam selendang yang dikenakan
di atas khimar yang sekarang ini sama fungsinya seperti izar (kain penutup).”
(Syaikh Al Bani
dalam Jilbab Muslimah).
Ada beberapa pendapat di kalangan ulama
tentang definisi jilbab. Ibnu Rajab mengatakan jilbab itu mala-ah (kain
yang menutupi seluruh tubuh dari kepala sampai kaki yang dipakai melapisi baju
bagian dalamnya, seperti jas hujan). Pendapat ini juga dipilih oleh al-Baghawi
dalam tafsirnya dan al-Albani. Ada juga yang berpendapat jilbab itu sama
dengan khimar alias kerudung sebagaimana disebutkan oleh
an-Nawawi, Ibnu Hajar, dll. As-Sindi mengatakan, “Jilbab adalah kain yang
digunakan oleh seorang perempuan untuk menutupi kepala, dada, dan punggung
ketika keluar rumah.”
HUKUM MEMAKAI JILBAB
Hukum memakai jilbab bagi wanita adalah
wajib. Jadi salah besar jika ada yang mengatakan bahwa jilbab adalah hanya
merupakan budaya orang arab, bukan merupakan ajaran Islam. Ini adalah pendapat
liberal yang ingin menjauhkan jilbab dari sentuhan wanita-wanita muslimah.
Hukum memakai jilbab bagi wanita ditegaskan Allah swt dalam Al Quran surah
An-Nur ayat 31 dan Al-Qur’an Surah Al-Ahzaab ayat 59.
Firman Allah SWT :
“Katakanlah kepada wanita yang beriman:
“Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka
menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan
perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami
mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau
saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka,
atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak
yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai
keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat
wanita…”
(Qs. An-Nur : 31).
Dan juga surat Al-Ahzab, ayat 59 :
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu,
anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka
lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Dari ayat di atas sangat jelas bahwa
hukum memakai jilbab bagi wanita adalah WAJIB
sebagai mana perintah Allah terhadap ibadah-ibadah lainnya. Kewajiban memakai
jilbab bagi seorang wanita tak lain adalah untuk kemuliaan dari wanita itu sendiri.
Kemuliaan baik di mata manusia maupun Tuhannya.
KEUTAMAAN JILBAB
Saudariku, di balik kewajiban berhijab
bagi wanita sungguh terdapat berbagai hikmah, keutamaan, dan manfaat yang besar
bagi kita yaitu:
1.
Menjaga kehormatan
2.
Membersihkan hati
“Cara yang demikian
itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.” (QS. Al Ahzab:
53)
3.
Menampakkan akhlak mulia
4.
Tanda kesucian dan kemuliaan
”Yang demikian itu
supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu.” (QS.
Al Ahzab: 59)
5.
Mencegah keinginan dan kesenangan
syaithaniyah (sebagaimana perbuatan setan)
6.
Menjaga rasa malu
7. Menghalangi masuknya pengaruh tabarruj
(menampakkan anggota tubuh dan perhiasannya), sufur (menampakkan (kecantikan)
wajahnya), dan ikhtilath (bercampur-baur antara laki-laki dan wanita yang bukan
mahram) pada masyarakat Islam.
8. Hijab merupakan benteng untuk melawan
zina dan gaya hidup bebas (boleh berbuat sekehendaknya)
9.
Hijab adalah penutup aurat wanita, dan
ini merupakan bentuk ketaqwaan kepada Allah.
“Hai anak Adam,
sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian
indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik.” (QS.
Al A’raf: 26)
10. Menjaga ghirah (rasa
cemburu)
SYARAT JILBAB
Syaikh Muhammad
Nashiruddin al-Albani, seorang tokoh besar modern dalam bidang hadits, telah
melakukan penelitian terhadap ayat-ayat al-Qur‘an dan sunnah Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta atsar-atsar para
ulama terdahulu mengenai masalah yang penting ini. Beliau mengatakan bahwa
seorang wanita hanya diperbolehkan keluar dari rumahnya (begitu pun apabila di
dalam rumahnya terdapat laki-laki yang bukan mahramnya) dengan mengenakan
jilbab, yaitu berbagai jenis pakaian yang telah memenuhi syarat-syarat berikut
ini :
Syarat Pertama :
Menutupi
Seluruh Tubuh Kecuali Bagian Yang Dikecualikan
Syarat ini tercantum dalam firman
Allah ta‘ala, surat An-Nuur, ayat 31 :
Katakanlah kepada wanita yang beriman,
‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak darinya.
Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung (khimar) ke dadanya, dan janganlah
menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau
ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau
saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara lelaki mereka, atau
putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau
budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah,
hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.’”
(Qs An Nuur: 31)
Begitu juga surat Al-Ahzab, ayat 59 :
“Hai
Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri
orang mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’
Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka
tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Para ulama salaf dari kalangan sahabat
dan tabi‘in memang berselisih pendapat mengenai tafsir “… dan janganlah
mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak darinya …”
(Qs An-Nuur: 31).
Ada yang berpendapat bahwa perhiasan
yang boleh nampak adalah pakaian bagian luar yang dikenakan wanita karena tidak
mungkin disembunyikan, sebagaimana perkataan al-HafidzIbnu Katsir
dalam tafsirnya. Sedangkan Ibnu Jarir rahimahullah lebih
memilih wajah dan kedua telapak tangan sebagai perhiasan yang boleh
ditampakkan, karena keduanya bukan termasuk aurat. Al-Albani juga berpendapat
bolehnya seorang wanita menampakkan wajah dan kedua telapak tangan, namun
beliau mengingatkan bahwa pendapat tersebut dibangun dengan syarat pada bagian
wajah dan telapak tangan tidak terdapat perhiasan. Apabila terdapat perhiasan
pada dua bagian tubuh tersebut seperti cincin, make up, dan
lain-lain maka keduanya harus ditutupi, berdasarkan keumuman firman Allah ta’ala, “… dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya …”
(Qs An-Nuur: 31).
Syarat Kedua :
Bukan Untuk
Berhias
Tujuan utama perintah
memakai jilbab adalah untuk menutupi perhiasannya, sebagaimana dalil di atas.
Oleh karena itu, jilbab yang dikenakan seorang wanita tidak boleh diperindah
dengan perhiasan sehingga menarik perhatian dan pandangan kaum laki-laki.
Fenomena memperindah pakaian yang dikenakan seorang muslimah ketika keluar
rumah banyak terjadi di tengah masyarakat, contohnya adalah bordiran
warna-warni, payet, pita sulam emas serta perak yang menyilaukan mata, dan lain
sebagainya. Adapun warna pakaian selain putih dan hitam bukanlah termasuk
kategori perhiasan, berdasarkan riwayat-riwayat yang menceritakan bahwa
istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengenakan
jubah berwarna merah.
Syarat Ketiga :
Kainnya
Harus Tebal, Tidak Tipis
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda tentang dua kelompok yang termasuk ahli
neraka dan beliau belum pernah melihatnya,
“Dua kelompok
termasuk ahli neraka, aku belum pernah melihatnya, suatu kaum yang memiliki
cambuk seperti ekor sapi, mereka memukul manusia dengan cambuknya dan wanita
yang kasiyat (berpakaian tapi telanjang, baik karena tipis atau pendek yang
tidak menutup auratnya), mailat mumilat (bergaya ketika berjalan, ingin
diperhatikan orang), kepala mereka seperti punuk onta. Mereka tidak masuk surga
dan tidak mendapatkan baunya, padahal baunya didapati dengan perjalanan
demikian dan demikian.” (HR. Muslim 3971, Ahmad 8311 dan
Imam Malik 1421 – lihat majalah Al Furqon Gresik)
Ambil
dan camkanlah hadits ini wahai saudariku, karena
ancamannya demikian keras sehingga para ulama memasukkannya dalam “dosa-dosa
besar“. Betapa banyak wanita muslimah yang
seakan-akan menutupi badannya, namun pada hakekatnya telanjang. Maka dalam
pemilihan bahan pakaian yang akan kita kenakan juga harus diperhatikan karena
sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abdil Barr, “Bahan yang tipis dapat
menggambarkan bentuk tubuh dan tidak dapat menyembunyikannya.” Syaikh
Al Bani juga menegaskan, “Yang tipis (transparan) itu lebih parah dari
yang menggambarkan lekuk tubuh (tapi tebal).” Bahkan kita ketahui,
bahan yang tipis terkadang lebih mudah dalam mengikuti lekuk tubuh sehingga
sekalipun tidak transparan, bentuk tubuh seorang wanita menjadi mudah terlihat.
Syarat Keempat :
Harus
Longgar, Tidak Ketat
Selain
kain yang tebal dan tidak tipis, maka pakaian tersebut haruslah longgar, tidak
ketat, sehingga tidak menampakkan bentuk tubuh wanita muslimah. Hal ini
sebagaimana terdapat dalam hadits dari Usamah bin Zaid ketika ia diberikan baju
Qubthiyah yang tebal oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ia memberikan baju tersebut kepada istrinya. Ketika Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam mengetahuinya, beliau bersabda :
“Perintahkanlah ia
agar mengenakan baju dalam di balik Qubthiyah itu, karena saya khawatir baju
itu masih bisa menggambarkan bentuk tubuh.”
(HR. Ad Dhiya’ Al
Maqdisi, Ahmad dan Baihaqi dengan sanad hasan)
Maka tidak tepat jika
seseorang mencukupkan dengan memakai rok, namun ternyata tetap memperlihatkan
pinggul, kaki atau betisnya. Maka jika pakaian tersebut telah cukup tebal dan
longgar namun tetap memperlihatkan bentuk tubuh, maka dianjurkan bagi seorang
muslimah untuk memakai lapisan dalam. Namun janganlah mencukupkan dengan kaos
kaki panjang, karena ini tidak cukup untuk menutupi bentuk tubuh (terutama
untuk para saudariku yang sering tersingkap roknya ketika menaiki motor
sehingga terlihatlah bentuk betisnya). Poin ini juga menjadi jawaban bagi
seseorang yang membolehkan penggunaan celana dengan alasan longgar dan
pinggulnya ditutupi oleh baju yang panjang. Celana boleh digunakan untuk
menjadi lapisan namun bukan inti dari pakaian yang kita kenakan. Karena bentuk
tubuh tetap terlihat dan hal itu menyerupai pakaian kaum laki-laki. (lihat poin
6). Jika ada yang beralasan, celana supaya fleksibel. Maka, tidakkah ia ketahui
bahwa rok bahkan lebih fleksibel lagi jika memang sesuai persyaratan (jangan
dibayangkan rok yang ketat/span). Kalaupun rok tidak fleksibel (walaupun pada
asalnya fleksibel) apakah kita menganggap logika kita (yang mengatakan celana
lebih fleksibel) lebih benar daripada syari’at yang telah Allah dan Rasul-Nya
tetapkan.
Renungkanlah wahai
saudariku!
Syarat Kelima :
Tidak
Ditaburi Wewangian atau Parfum
Kaum wanita dilarang
menggunakan wewangian ketika keluar rumah berdasarkan banyak hadits. Salah
satunya adalah hadist Abu Hurairahradhiyallahu ‘anhu: “Seorang wanita
melintas di hadapan Abu Hurairah dan aroma wewangian yang dikenakan wanita
tersebut tercium olehnya. Abu Hurairah pun bertanya, ‘Hai hamba wanita milik
Al-Jabbar (Allah ta’ala)! Apakah kamu hendak ke masjid?’ ‘Benar,’ jawabnya. Abu
Hurairah lantas bertanya lagi, ‘Apakah karena itu kamu memakai parfum?’ wanita
tersebut menjawab, ‘Benar.’ Maka Abu Hurairah berkata, ‘Pulang dan mandilah
kamu! Sungguh, aku pernah mendengar Rasulullah shallallhu ‘alaihi wa sallam
bersabda, ‘Allah tidak akan menerima shalat wanita yang keluar menuju masjid
sementara bau wangi tercium darinya, hingga ia kembali ke rumahnya dan mandi.’” (HR.
Al-Baihaqi, shahih)
Hadits ini
menunjukkan haramnya seorang wanita keluar menuju masjid dengan memakai
wewangian. Lalu bagaimana hukumnya jika wanita tersebut hendak menuju
tempat perbelanjaan, perkantoran atau jalanan umum? Tentu tidak diragukan lagi
keharaman dan dosanya lebih besar walaupun seandainya suaminya mengizinkan.
Syarat Keenam :
Tidak
Menyerupai Pakaian Laki-Laki
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam melaknat pria yang memakai pakaian wanita, dan wanita yang
memakai pakaian pria.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, al-Hakim, dan Ahmad,
shahih)
Adz-Dzahabi rahimahullah menggolongkan
perbuatan menyerupai lawan jenis (tasyabbuh) termasuk dosa besar,
berdasarkan kandungan hadits-hadits shahih dan ancaman keras yang disebutkan di
dalamnya. Tasyabbuh yang dilarang dalam Islam berdasarkan
dalil-dalil meliputi masalah pakaian, sifat-sifat tertentu, tingkah laku, dan
yang semisalnya, bukan dalam hal perkara-perkara kebaikan. Alasan ditimpakannya
laknat bagi pelaku tasyabbuh menurut Syaikh Abu Muhammad bin
Abu Jumrah adalah karena orang tersebut telah keluar dari tabi’at asli yang
Allah ta’ala karuniakan bagi dirinya.
Syarat Ketujuh :
Tidak
Menyerupai Pakaian Wanita Kafir
Dari ‘Abdullah bin
‘Umar, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sungguh, barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan
mereka.” (HR. Ahmad, hasan)
Meniru-niru penampilan lahiriah kaum
musyrikin akan menghantarkan pada kesamaan akhlak dan perbuatan. Terdapat
kaitan erat antara penampilan luar seseorang dengan keimanan yang ada dalam
batin, keduanya akan saling mempengaruhi.
Syarat Kedelapan :
Bukan
Merupakan Pakaian yang Mengundang Sensasi di Masyarakat (Pakaian Syuhrah)
Jilbab yang dipakai
wanita muslimah tidak boleh mengundang sensasi ataunyeleneh, sehingga
menjadi pusat perhatian orang, baik pakaian tersebut pakaian yang sangat mewah
maupun murahan. Adapun penampilan yang sesuai dengan syari‘at namun berbeda
dengan masyarakat pada umunya maka bukan termasuk dalam pakaian syuhrah.
“Barangsiapa yang memakai pakaian
syuhrah di dunia, maka Allah akan memakaikan pakaian (kehinaan) yang serupa
baginya pada hari kiamat, lalu Allah akan menyulutkan api pada pakaian itu.” (HR.
Abu Dawud dan Ibnu Majah, hasan)
Kedelapan syarat di atas harus
terpenuhi seluruhnya untuk mencapai makna jilbab yang dimaksudkan dalam Islam.
Hendaklah kaum mukminah bersegera melaksanakan apa yang Allah ta’ala perintahkan,
salah satunya yaitu untuk mengenakan jilbab sebagai bentuk ketaatan kepada
Allah ta’ala dan Rasul-Nyashallallahu ‘alaihi wa sallam.
Cukuplah para shahabiyah di zaman Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai
teladan bagi kita dalam melaksanakan perintah Allah ta’ala, sebagaimana
yang dikatakan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
“Sungguh wanita-wanita
Quraisy memiliki keutamaan. Namun demi Allah, aku belum pernah menjumpai kaum
wanita yang lebih utama, membenarkan kitabullah, dan lebih kuat keimanannya
terhadap apa yang diturunkan Allah daripada wanita Anshar. Ketika Allah
menurunkan surat An-Nuur (ayat 31), ‘Dan hendaklah mereka menutupkan kain
kerudung ke dadanya,’ para laki-laki Anshar pulang untuk membacakan ayat
tersebut kapada istri, putri, saudarinya, serta para kerabatnya. Setelah
mendengarnya, mereka pun langsung bangkit mengambil kain tirai rumahnya (lebar
dan tebal), lalu menjadikannya kerudung; sebagai bentuk pembenaran dan keimanan
terhadap hukum yang Allah ta’ala turunkan melalui kitab-Nya.”
Hikmah dari
Diwajibkannya Jilbab Bagi Seorang Muslimah
1. Sebagai
Identitas Seorang Muslimah
Allah
memberikan kewajiban untuk berjilbab agar para wanita mukmin mempunyai ciri khas dan identitas tersendiri
yang membedakannya dengan orang-orang nonmuslim. Dalam sebuah hadits dikatakan:
"Barang
siapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka" (HR. Abu
Dawud)
2. Meninggikan
Derajat Wanita Muslim (Muslimah)
Dengan
mengenakan jilbab yang menutup
seluruh auratnya dan tidak membuka auratnya di sembarang
tempat maka seorang muslimah itu
bagaikan sebuah batu permata yang terpajang di etalase yang tidak sembarang
orang dapat mengambil dan memilikinya. Dan bukan seperti batu yang berserakan
di jalan di mana setiap orang dapat dengan mudah mengambilnya, kemudian
menikmatinya, lalu membuangnya kembali.
Allah
SWT berfirman dalam surah An-Nahl ayat 97
“Barang siapa mengerjakan kebajikan, baik laki - laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman, maka pasli akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang telah mereka kerjakan.”
3. Mencegah
dari Gangguan Laki-Laki Tak
Bertanggung Jawab
Hal
ini mudah dipahami karena dengan seluruh tubuh tertutup kecuali muka dan
telapak tangan maka tidak akan mungkin ada laki - laki iseng
yang tertarik untuk menggoda dan mencelakakannya selama ia tidak berperilaku
yang berlebih-lebihan. sehingga kejadian-kejadian seperti perkosaan, perzinaan
dan sebagainya dapat di hindarkan.
Allah
SWT Berfirman dalam surah Al-Isra ayat 32 :
“Dan
janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji dan suatu
jalan yang buruk.”
4. Memperkuat
Kontrol Sosial
Seorang
yang ikhlas dalam menjalankan perintah - Nya dan menjauhi larangan - Nya,
khususnya dalam mengenakan busana muslimah,
Insya Allah ia akan selalu menyadari bahwa dia selalu membawa nama dan
identitas Islam dalam kehidupannya
sehari-hari sehingga apabila suatu saat dia melakukan kekhilafan maka ia akan
lebih mudah ingat kepada Allah SWT dan kembali ke jalan yang diridhoi-Nya.
Komitmenlah Dengan Jilbab
Wahai Saudariku,
pakailah jilbab syar’i dan istiqamahlah dengan jilbab itu, niscaya engkau akan terjaga
dari fitnah. Dengan berjilbab maka pahala untukmu akan mengalir sepanjang hari,
tetapi jika engkau tidak berjilbab di depan non-mahram maka aliran dosalah yang
akan engkau dapatkan. Sungguh, lebih baik merasa kepanasan di dunia karena
berjilbab dari pada kepanasan di neraka karena melepas jilbab. Jangan engkau
pedulikan omongan jelek orang tentang jilbab syar’imu. Tidak usah kau turuti
para feminis yang mengagung-agungkan kebebasan dengan melepas jilbab. Justru
kebebasan itu hanya bisa kau dapatkan dengan jilbab sehingga engkau akan
terbebas dari pandangan liar mata keranjang dan fitnah yang merajalela. Jangan
engkau termakan syubhat-syubhat seputar jilbab. Yakinlah bahwa jilbab adalah
kewajiban dari Allah untuk seluruh muslimah di manapun dia berada dan jilbab
itu hanyalah mendatangkan kebaikan untukmu. Pegang kuat-kuat prinsip ini, buang
jauh-jauh hawa nafsu dan syubhat-syubhat yang menerpamu.
Allah Ta’ala berfirman
:
“Dan
jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka
akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti
persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).”
(QS. Al-An’am: 116)
“Dan
Allah hendak menerima taubatmu, sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya
bermaksud supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran).”
(QS. An-Nisa’: 27)
Semoga Allah memberikan hidayah dan
keistiqamahan kepada kita untuk berjilbab sesuai syari’at.
No comments:
New comments are not allowed.